MALAYSIA (RA) - Pemerintah negara bagian Melaka, Malaysia, berencana membangun jembatan yang menghubungkan wilayahnya dengan Indonesia, tepatnya ke Provinsi Riau.
Rencana ambisius tersebut diungkapkan Ketua Menteri Melaka, Ab Rauf Yusoh, pekan lalu.
Rauf menyebutkan, jembatan yang dirancang memiliki panjang lebih dari 47 kilometer dan akan menghubungkan Pantai Pengkalan Balak di Masjid Tanah, Melaka, dengan wilayah Indonesia di seberang Selat Malaka.
Untuk tahap awal, pemerintah negara bagian Melaka akan memulai studi kelayakan pada Januari 2026.
Anggaran sebesar RM500.000 atau sekitar Rp2 miliar disiapkan untuk menunjuk perusahaan konsultan yang akan mengkaji aspek teknis, ekonomi, dan logistik proyek tersebut.
Menurut Rauf, pembangunan jembatan ini diyakini bakal memberikan dampak besar bagi perekonomian Melaka.
Salah satu rencana turunannya adalah konversi lahan seluas 5.000 hektare di Masjid Tanah menjadi kawasan industri baru.
Namun, rencana tersebut menuai kritik dari pihak oposisi. Mengutip Free Malaysia Today, Selasa (23/12/2025), pemimpin oposisi Melaka, Dr. Yadzil Yaakub, mempertanyakan tujuan dan kelayakan finansial proyek jembatan lintas negara itu.
Meski mengakui proyek tersebut secara teknis mungkin dilakukan, Yadzil meragukan kemampuan keuangan pemerintah negara bagian untuk menanggung biaya pembangunan yang diperkirakan mencapai miliaran ringgit.
"Jika kita belum mampu melunasi utang yang ada, bagaimana pemerintah negara bagian bisa meyakinkan rakyat bahwa mereka mampu mengelola utang baru bernilai miliaran ringgit?" ujar Yadzil.
Ia juga menyoroti ketergantungan keuangan Melaka terhadap pemerintah federal di Putrajaya. Menurutnya, bahkan untuk perbaikan jalan negara bagian, Melaka masih membutuhkan bantuan pemerintah pusat.
"Jika bantuan federal dibutuhkan hanya untuk memperbaiki jalan, bagaimana mungkin kita membiayai jembatan yang melintasi Selat Malaka?" tambahnya.
Yadzil menilai kecil kemungkinan pemerintah federal akan menanggung beban proyek tersebut, mengingat tekanan fiskal dan meningkatnya utang nasional Malaysia.
Ia juga mengingatkan risiko jika proyek dibiayai melalui konsesi swasta. Menurutnya, skema tersebut berpotensi memunculkan tarif tol tinggi dan risiko proyek mangkrak.
"Jika konsesi gagal, pemerintah pada akhirnya harus menyelamatkan proyek dengan dana publik. Dalam semua skenario, rakyat yang akan menjadi korban," tegasnya.
Selain masalah pembiayaan, Yadzil turut menyuarakan kekhawatiran dampak lingkungan terhadap garis pantai serta mengingatkan rekam jejak pemerintah negara bagian dalam proyek-proyek besar yang dinilai tidak berhasil.